Memulai perjalanan kariernya di Universitas Tarumanagara sejak tahun 1994, Widodo Kushartomo memperoleh kepercayaan memimpin Program Studi Teknik Sipil dari tahun 2018 hingga 2022. Setelah itu, dia kembali dipercaya mengelola “Laboratorium Teknologi Beton dan Konstruksi”. Tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan, pria yang akrab disapa Pak Wid ini memanfaatkannya untuk meningkatkan kompetensi diri dengan membuat banyak penelitian dan pengabdian.
Saat ini, dia tengah difokuskan dengan pengembangan powder concrete. Salah satu yang menarik dari inovasi ini adalah penggunaan limbah marmer. Widodo menuturkan mulanya salah satu bahan utama pembuatan powder concrete adalah tepung kuarsa. Namun, material ini tidak bisa lagi diimpor ke Indonesia. Tidak patah arang, dia mencari inovasi lain hingga akhirnya menemukan limbah marmer. Tak main-main, powder concrete yang terbuat dari limbah marmer ini memiliki kekuatan hingga 130 MPa (Megapascal).
Ketertarikan yang besar pada beton menjadikan dia sebagai salah satu ahli teknologi beton di Indonesia. Dia menuturkan, “Beton itu perkembangan teknologinya sangat pesat. Dahulu sebelum menggunakan beton, orang lebih dahulu menggunakan batu berbentuk bulat pada zaman penjajahan Belanda. Sekarang sudah berubah memakai batu pecah. Teknologinya berkembang dari beton biasa, mutu tinggi, sekarang mutu sangat tinggi sekali. Riset yang sedang saya dalami sampai saat ini masih terkait dengan powder concrete, jadi sama sekali tidak menggunakan batu. Namun, kendalanya powder concrete ini hanya bisa untuk precast atau dicetak di pabrik.”
Di sisi lain, Pak Wid yang berperan sebagai pendidik mengatakan bahwa dosen memiliki sejumlah kompetensi yang harus dicapai, seperti gelar akademik, jenjang profesi akademik, publikasi dan mendapat pengakuan dari masyarakat. Selain itu, ada pula kompetensi yang harus dilaksanakan yakni, mampu melakukan pengabdian kepada masyarakat. Menurutnya, pengetahuan yang sudah didapatkan harus bisa dipraktikkan di lapangan dan dibagikan kepada para mahasiswa.
“Apa yang kita teliti, kita ajarkan ke mahasiswa, dipraktikkan ke lapangan, dan digunakan juga untuk pengabdian kepada masyarakat. Sementara, pada bidang pengajaran memiliki kesulitan tersendiri karena, dosen harus mempunyai rencana satu semester yang dibuat dengan sangat detail dan rapi. Apa saja yang akan kita sampaikan ke mahasiswa, bagaimana cara menyampaikannya, dan mengevaluasinya harus dipersiapkan dengan serius.
Kami di Program Studi Teknik Sipil UNTAR sudah menerapkan penilaian dengan sistem Outcome-Based Education (OBE). Jadi kompetensi yang dimiliki mahasiswa didasarkan pada penguasaan capaian pembelajaran, bukan lagi terbatas hanya pada angka kelulusan. Sekarang yang dievaluasi adalah penguasaan mahasiswa atas capaian pembelajaran yang dibebankan pada mata kuliah. Sebab, jika sekadar lulus pasti bisa, namun menguasai atau tidak merupakan permasalahan lainnya,” tutupnya.
Menjadi pengajar selama lebih dari 30 tahun, Widodo menilai bahwa dosen harus memiliki keinginan berpacu untuk mencapai kompetensi tertingginya karena, kompetensi dosen berhubungan dengan reputasi dosen itu sendiri, reputasi perguruan tinggi, dan kompetensi akademik mahasiswa. Tidak hanya itu, dia juga mengatakan bahwa filosofi yang selalu dipegang adalah selalu berusaha melayani dan menyenangkan banyak orang.